"Filsafat
Sejarah Abad Modern"
Berakhirnya masa kejayaan abad pertengahan memunculkan masa abad modern yang diawali
dengan ‘Renaissance’. Secara harfiah
kata ‘Renaissance’ berarti ‘kelahiran
kembali’. Secara historis Renaisance
adalah suata gerakan dimana orang merasa dirinya telah di lahirkan kembali
dalam suatu keadaban. Gerakan ini diawali oleh orang-orang Italia yang dikenal
dengan gerakan humanisme yang sebenanarnya telah dilakukan sejak abad
pertengahan (Hadiwijono dalam Kaelan, 2002: 53-54).
Kaum Humanis zaman Renaisance bermaksud untuk meninggalkan
perkembangan yang harmonis dari sifat-sifat dan kecakapan-kecakapan alamiah
manusia dengan mengusahakan pengetahuan yang lebih baik. Suatu perkembangan
yang sangat penting pada zaman ini adalah mulai timbulnya ilmu pengetahuan alam
modern yang berdasarkan metode eksperimental dan matematis (Kaelan, 2002: 54-55).
Terlebih lagi perkembangan filsafat
pada abad modern ini ditandai dengan hadirnya Aukflarung. Immanuel Kant
menyebutkan bahwa Aukflarung adalah bahwa manusia keluar dari kesadaran tidak
akal baliq, yang disebabkan dari kesalahan manusia itu sendiri dikarenakan
manusia tidak mau mempergunakan akalnya (Hadiwijono dalam Kaelan,2002:55).
Zaman filsafat abad modern ini
nantinya akan memunculkan beberapa
aliran dan juga tokoh pemikir yang mampu mengubah dunia terutama dalam ilmu
pengetahuan. Beberapa aliran-aliran yang muncul seperti Rasionalisme,
Empirisme, Idealisme, Eksistensialisme, Pragmatisme, Kritisme dan lain-lain.
Zaman Modern (17-19 M)
Lahirnya filsafat barat
modern didahului oleh zaman Renaisance dan dimatangkan oleh gerakan Aukflaerung
di abad ke-18. Semakin berkurangnya kekuasaan Gereja dan semakin bertambahnya
kekuasaan ilmu pengetahuan memicu lahirnya filsafat pada zaman modern.
Terbebasnya manusia dari barat dari otoritas gereja menimbulkan semakin
dipercepatnya perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan tidak lagi didasarkan
pada otorits gereja, melainkan didasarkan ats kesesuaiannya dengan akal (Muntansyir, 2010: 71).
Filsafat barat modern
memiliki corak yang berbeda dengan periode filsafat abad pertengahan. Jika pada
abad pertengahan kekuasaan mutlak
dipegang oleh gereja maka pada zaman modern otoritas kekuasaan terletak
pada kemampuan dan akal manusia itu sendiri. Filsafat zaman modern bercorak
‘antroposentris’ yang berarti manusia menjadi pusat perhatian penyelidikan
filsafat. Manusia dianggap sebagai pusat pemikiran, pusat pengamatan, pusat
kebebasan, pusat tindakan, pusat kehendak, dan pusat perasaan. Maka dalam
filsafat abad ke-17 nantinya akan memunculkan berbagai aliran yang memberikan
jawaban berbeda bahkan saling bertentangan
(Muntansyir,2010:72-73).
Di zaman ini manusia
Barat mulai berpikir secara baru, dan perlahan mulai melepaskan diri dari
otoritas kekuasaan gereja yang selama ini telah membelenggu kebebasan dalam
mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu.
Aliran-aliran Masa Filsafat Modern
Pada zaman ini muncul
berbagai aliran yang secara keseluruhan diambil dari pemikiran sufisme Yunani. Berikut
ini penjelesan mengenai paham-paham yang ada pada zaman filsafat modern.
A. Aliran Rasionalisme
Aliran rasionalisme
mengajarkan bahwa akal adalah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji
pengetahuan. Dalam menyusun pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan penalaran
deduktif yang cara berpikirnya diurutkan dari penyataan umum untuk menarik
kesimpulan yang bersifat khusus dengan menggunakan pola berpikir silogisme.
Dalam menggunakan pola berpikir silogisme, terdapat dua buah pernyataan yang
disebut premis mayor atau premis minor dan untuk mengambil kesimpulan diambil
dari penalaran dua pernyataan ini (Djamil,
dalam Bakhtiar, 2010: 65).
B. Aliran Idealisme
Istilah idealisme untuk
menunjuk suatu aliran filsafat, baru dipakai pada abad ke-19 merupakan
kelanjutan dari pemikiran filsafat rasionalisme. Para pengikut aliran idealisme
pada umumnya menggunakan sumber filsafatnya dari dari filsafat kritisismenya
Immanuel Kant (Muntansyir,
2010: 84).
Aliran ini mengajarkan
bahwa hakekat fisik adalah jiwa. Terdapat dua macam idealisme yaitu filsafat
idealisme subjektif yang dianut oleh Fitche
yang merupakan murid Immanuel Kant, dan filsafat idealism objektif yang dianut
oleh Scelling. Kedua idealisme ini lalu disentesiskan ke dalam filsafat
idealisme mutlaknya Hegel (Rizal dalam Bakhtiar, 2010: 67).
C. Aliran Empirisme
Aliran ini bertolak
belakang dengan aliran rasionalisme. Penganut paham ini menentang para penganut
rasionalisme yang berdasarkan pada kepastian-kepastian yang bersifat a priori. Para penganut empirisme
menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif, yaitu dengan
menarik gejala-gejala khusus ke kesimpulan umum (Bakhtiar, 2010: 66-67).
Pada dasarnya aliran
ini menyatakan bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang didapat
dari pengalaman konkret. Pengalaman konkret ini dapat ditangkap melalui bantuan
pancaindera manusia yang memiliki kemampuan untuk menangkap dan menghimpun
banyak pengetahuan (Ibid dalam Bakhtiar, 2010: 65-66).
D. Aliran Kritisme
Skeptisme yang dibangun
oleh David Hume perlahan mengilhami munculnya pemikiran Kritis. Menurut seorang
filsuf asal Jerman yang bernama Immanuel Kant aliran Kritisme adalah filsafat
yang memulai pemikirannya dengan
terlebih dulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Aliran kritisme ini
biasa digunakan untuk menjembatani
aliran rasionalisme dengan empirisme (Bertens, dalam Kaelan:69).
E. Aliran Positivisme
Aliran ini menyebutkan
bahwa pengetahuan berpangkal dari apa
yang telah diketahui, yang faktual atau positive. Ajaran posotivisme dalam
kaitannya dengan penngenalan pengetahuan masih memiliki beberapa
kesamaan-kesamaan prinsip terutuma dalam hal mengutamakan pengalaman aliran
empiris. Perbedaan nya adalah positivism menolak dengan tegas metafisika
termasuk juga kawasan ide atau gagasan yang bersifat batiniah (Hadiwijono dalam
Kaelan,2001;73—774).
F. Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern
berfikir tentang hakikat manusia
merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Manusia tidak
dipandang dari sudut serba zat atau serba ruh atau dualisme dari beberapa
aliran, melainkan manusia dipandang dari segi eksistensi manusia itu sendiri. Aliran
ini berpusat pada individu yang bertanggung jawab atas kemauan yang bebas.
Seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya
masing-masing individu bebas menentukan mana yang menurutnya benar
(Jalaluddin,1997:108).
2.3 Tokoh
Zaman Filsafat Modern
1. Aliarn
Rasionalisme

Rasionalisme dipelopori oleh Descartes (1956-1650) yang
disebut sebagai pelopor Bapak Filosof Modern. Filsuf ini dilahirkan di Perancis
dan belajar filsafat pada Kolase di La Fleche. Descrates menyusun sabuah buku
tentang metode yang berjudul ‘Discours de
la Methode’(1637) yang artinya yaitu uraian tentang metode. Descrates
menyatakan bahwa dalam bidang ilmiah tidak ada satu pun yang dianggap pasti,
semuanya dapat dipersoalkan termasuk filsafat dan ilmu pengetahuan yang pada
saat itu berkembang, terkecuali ilmu pasti yang merupakan hasil dari rasio
(Bertens, dalam Kaelan, 2002: 56).
Sistem filsafat yang dikembangkan Descartes tak dapat
dipisahkan dari sikap kritik yang berkembang dalam pergolakan Renaisance, kebangkitan budaya sekaligus
membawa skeptisisme terhadap dogma agama dan praktek politik yang sampai saat ini menjamin ketahanan status gereja dan
Negara (Muntansyir, 2010: 77).
Ilmu pengetahuan harus satu metode yang umum yag harus dipandang
sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah. Terdapat
kesamaan antara metode Descrates dengan metode Atomisme logis yaitu keduanya
mengggunakan metdoe analitis dalam mengungkapkan kebenaran. Adapun pendekatan
ontologik yaitu ‘cogito ergo sum’‘aku
berfikir oleh karena itu saya ada’ (Kaelan, 2002: 58-59).
2. Aliran
Idealisme
Pelopor aliran ini adalah J.G fichte (1762-1814), F.J.W. Schjeling (1775-1854), G.J.W Hegel
(1770-1831), Schopen haver (1788-1860). Menurut Hegel pikiran adalah esensi
dari alam dan alam adalah keseluruhan jiwa yang diobyektifkan. Oleh karena itu
hukum-hukum pikiran merupakan hukum realitas sedangkan sejarah adalah cara zat
yang mutlak itu menjelma dalam waktu dan prngalaman manusia. Alam menurut Hegel
telah ada sebelum manusia ada, tetapi adanya arti dalam dunia, mengandung arti
bahwa ada sesuatu seperti akal atau pikiran di tengah-tengah idealitas
(Muntansyir,2010:84-85).
Pada masa Hegel menurut pendapatnya segala peristiwa di
dunia ini hanya bisa dimengerti jika satu syarat dipenuhi, yaitu jika peristiwa
itu secara otomatis mengandung penjelasan. Ide yang berfikir itu adalah
sebenarnya gerak yang menimbulkan gerak lain artinya gerak yang menimbulkan
tesis, kemudian menimbulkan anti tesis kemudian timbul sintetis yang merupakan
tesis baru, yang nantinya menimbulkan sintesis dan seterusnya, inilah yang disebut
Dialektika (www.academia.edu/6479308/Aliran-aliran_filsafat_barat_modern).
3. Aliran
Empirisme

Filsuf yang mengembangkan aliran empirisme adalah Thomas
Hobbes.Ia termasuk filsuf yang unik dan kreatif karena menyatukan pandangan
empirisme dengan rasionalisme dalam suatu system filsafat materialisme. Ia
mengembangkan metode empiris matematis yang juga dikembangkan oleh Bacon.
Selain itu terdapat filsafat Thomas yang terkenal yaitu konsepnya dalam bidang
filsafat politik dan salah satu karyanya adalah “Leviathan” (Kaelan, 2002: 59).
Menurutnya filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang
bersifat umum, sebab filsafat adalah ilmu yang mempelajari mengenai tentang
hal-hal yang diperoleh dengan merasionalisasikan pengetahuan kita dengan
sasaran filsafat berupa fakta-fakta yang diamati, yaitu mencari sebab-sebabnya
dan bahasa sebagai alat yang mengambarkan fakta-fakta yang dihasilkan dari
perantaraan pengertian ruang, waktu, bilangan dan gerak yang diamati pada
benda-benda bergerak. Hobbes mengatakan tidak semua yang diamati pada
benda-benda itu adalah nyata, yang nyata adalah gerak dari bagian kecil
benda-benda tersebut. Dunia adalah satu keseluruhan sebab-akibat dan kesadaran
manusia termasuk di dalamnya (Hadiwijono dalam Kaelan, 2002: 60).
Thomas memiliki tiga hal yang
mempengaruhi berkembangnya filsafat bahasa terutama filsafat analitika bahasa. Pertama,
ajaran empirisme Hobbes memberikan warna bagi berkembangnya paham-paham
filsafat analitika bahasa, terutama atomisme logis dan positivisme logis,
proposisi itu mengungkapkan fakta-fakta bermakna yang dapat diverifikasi secara
empiris yang mengangkat otoritas logika dan fakta.Kedua, Hobbes berpendapat
bahwa fakta-fakta itu diungkapkan dengan menggunakan bahasa yang dilakukan oleh
atomisme dan positivisme logis dalam mengungkap fakta yang didasarkan pada
logika. Ketiga, empirisme Hobbes memberikan warna bagi penentuan system logika
bahasa filsafat analitik yaitu proposisi yang meliputi pengertian proposisi
empiris yaitu proposisi yang mengungkap realitas empiris dan proposisi formal
yang bersumber pada logika manusia dan memiliki kebenaran (Hobbes, 2002: 61).

Pemikiran empirisme John Locke
merupakan perpaduan antar pemikiran empirisme Thomas Hobbes dengan Rasionalisme
Rene Descartes walaupun sebenarnya ia menentang ajaran-ajaran Descartes.
Menurutnya, segala pengetahuan itu berasal dari pengalaman dimana akal bersifat
pasif ketika pengetahuan didapatkan. Locke tidak membedakan antara pengetahuan
inderawi dan pengetahuan akal. Objek pengetahuan adalah gagasan-gagasan yang
berasal dari pengalaman batiniah dan pengalaman lahiriah. Gagasan itu terbagi
menjadi dua yaitu gagasan tunggal dan gagasan majemuk. Gagasan tunggal adalah
gagasan yang datang langsung dari pengalaman tanpa penyaringan logis, sementara
gagasan majemuk adalah penggabungan dari gagasan-gagasan tunggal (Kaelan, 2002:
62).
Empirisme John Locke lebih bersifat
analitis dibandingkan dengan Hobbes, sehingga dalam hubungannya dengan
pemikiran filsafat analitika bahasa empirisme Locke memiliki kontribusi dalam
dasar-dasar fakta empiris beserta bentuk susunan gagasannya (Kaelan, 2002: 62).
4. Aliran
Kritisisme

Aliran Kritisisme ditandai dengan pemikiran seorang filsuf
Jerman yaitu Immanuel Kant. Ia berusaha untuk melakukan suatu perpaduan baru
terhadap suatu pemikiran filsafat yang ada pada saat itu yaitu paham
rasionalisme dan empirisme. Ia berpendapat bahwa kritisisme adalah filsafat
yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan
batas-batas rasio. Kant adalah filsuf yang pertama mengembangkan penyelidikan
ini. Menurutnya filsuf-filsuf sebelumnya bersifat dogmatisme, karena mereka
hanya percaya mentah-mentah pada kemampuan rasio tanpa menyelidiki terlebih
dahulu. Melalui pemikirannya, ia mampu mempertentangkan filsafat kritisme
dengan dogmatisme ke dalam suatu karya (Bertens dalam Kaelan, 2002: 69).
Menurut Kant pengetahuan merupakan hasil terakhir yang
diperoleh dengan adanya kerjasama antara dua komponen, yaitu di satu pihak
berupa bahan-bahan yang bersifat inderawi dan lain pihak cara mengolah
kesan-kesan yang bersangkutan agar terdapat suatu hubungan sebab akibat. Kant
telah memberikan pembetulan terhadap sikap berat sebelah antara panganut
rasionalisme dan empirisme (Muntansyir, 2010: 82-84).
5. Aliran
Positivisme

Bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte,
lahir di Montepellier, perancis, tahun 1798. Seorang Matematikus dan filsuf
Perancis, yang mengakui hanya fakta-fakta positif, fenomena-fenomena yang bisa
di observasi dan hokum-hukum yang menentuknnya (Yudian, dalam Bakhtiar, 2010: 64).
Dalam posotivisme Auguste Comte membedakan tiga tahap
evolusi dalam pemikiran manusia. Teori itu dikenal dengan nama ‘Tiga Tahap
Teori’. Teori ini menjelaskan bahwa sejarah pemikirann manusia berevolusi dari
tahap teologi (mistis) ke tahap falsafi, dan berakhir pada tahap positivistis
sebagai kemenangan pasti (Bakhtiar, 2010: 64).
Filsafat
Comte anti-metafisis, ia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara
positif-ilmiah dan menjauhkan diri dari
semua pertanyaan yang mengatasi bidang ilmu-ilmu positif. Semboyan comte
yang terkenal yaitu savoir pour prevoir
(mengetahui supaya siap untuk bertindak). Filsafat Auguste Comte terutama
penting sebagai pencipta ilmu sosiologi. Kebanyakan konsep, prinsip, dan metode
yang sekarang dipakai dalam sosiolosi berasal dari Comte. Comte membagi
masyarakat atas ‘statika sosial’ dan ‘dinamika sosial’ (Muntansyir, 2010:
86-87).
6.
Aliran Eksistensialisme

Filsafat
eksistensialisme dicetuskan oleh seorang filosof berkebangsaan Denmark, Kierkegaard.
Dialah Bapak Eksistensialisme dalam sejarah filsafat dunia. Kierkegaard, selain
dikenal sebagai filosof juga dikenal sebagai teolog. Tulisan-tulisannya tentang
relasi antara manusia dan Tuhan cukup banyak dan mendorong pembacanya untuk
memiliki iman yang lebih teguh. Salah satu pemahaman Copleston tentang teologi
Kierkegaard ialah, “Relasi antara manusia dengan Tuhan tidak dilihat sebagai
relasi dengan semesta alam atau dengan pemikiran absolut, melainkan sebagai
relasiaku Engkau. Kierkegaard disebut
sebagai pemikir ryang reliigus dan terkemuka (http://www.academia.edu/2554554/filsafat_eksistensialisme).
BAB III
PENUTUP
-
KESIMPULAN
Filsafat
Modern adalah pembagian dalam sejarah Filsafat Barat yang
menjadi tanda berakhirnya era skolastisisme. Waktu
munculnya filsafat modern adalah abad ke-17 hingga awal abad ke-20 di Eropa Barat dan Amerika Utara. Suasana kefilsafatan abad
pertengahan yang bercorak teosentris, dan latar belakang masyarakat Eropa yang
terkekang oleh otoritas geraja, menimbulkan pemberontakan terhadap nilai-nilai
(tradisi) gerejawi, menjadi penyebab lahirnya renaissance dan filsafat modern. Karakteristik
filsafat modern adalah antroposentrisme, manusia melihat, merasakan dan
menyadari adanya potensi pada dirinya untuk menentukan kebenaran
(eksistensialisme), tolak ukur dan validitasnya lewat metode
penginderaan-observasi atau eksprimen terhadap realitas fisik yang melahirkan
cara yang selanjutnya disebut metode ilmiah. Beberapa aliran-aliran pokok dalam
filsafat modern adalah, rasionalisme, empirisme, kritisme, idealisme,
eksistensialisme dan lain-lain. Selain itu, filsafat pada abad modern banyak
melahirkan berbagai filsuf, seperti:
·
Rene
Descrates sebagai filsuf yang berpaham rasionalisme,
·
Filsuf
Aliran Idealisme adalah J.G fichte
(1762-1814), F.J.W. Schjeling (1775-1854), G.J.W Hegel (1770-1831)
Schopen haver (1788-1860),
·
Filsuf
aliran Empirisme Thomas Hobbes dan Jhon Locke
·
Aliran
Kritisisme tokohnya adalah Immanuel Kant
·
Aliran
Positivisme, tokohnya adalah Aguste Comte
·
Aliran
Eksitennsialisme, tokohnya adalah Soren Aabye Kierkegaard .
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Muntansyir Rizal, 2010. Filsafat
Ilmu. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR
Kaelan, 2002. Filsafat
Bahasa Masalah dan Perkembangannya. Yogyakata: PARADIGMA
Bakhtiar,
Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta:
RAJAWALI PERS
Jalaluddin,1997.
Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya
Media Pratama
Sumber internet:
(www.academia.edu/6479308/Aliran-aliran_filsafat_barat_modern). Di akses pada 03 April 2015, 22:
40.
Wynn Las Vegas debuts 'Casino King' at Encore
BalasHapusWynn Las Vegas 양주 출장마사지 debuts 'Casino King' 군포 출장샵 at Encore Theater for two nights a 부산광역 출장마사지 week with limited-time 나주 출장마사지 gaming at The 광양 출장마사지 Wynn Las Vegas.