Minggu, 10 Mei 2015

Filsafat Sejarah Modern















"Filsafat Sejarah Abad Modern"


Berakhirnya masa kejayaan abad pertengahan  memunculkan masa abad modern yang diawali dengan ‘Renaissance’. Secara harfiah kata ‘Renaissance’ berarti ‘kelahiran kembali’. Secara historis Renaisance adalah suata gerakan dimana orang merasa dirinya telah di lahirkan kembali dalam suatu keadaban. Gerakan ini diawali oleh orang-orang Italia yang dikenal dengan gerakan humanisme yang sebenanarnya telah dilakukan sejak abad pertengahan (Hadiwijono dalam Kaelan, 2002: 53-54).
            Kaum Humanis zaman Renaisance bermaksud untuk meninggalkan perkembangan yang harmonis dari sifat-sifat dan kecakapan-kecakapan alamiah manusia dengan mengusahakan pengetahuan yang lebih baik. Suatu perkembangan yang sangat penting pada zaman ini adalah mulai timbulnya ilmu pengetahuan alam modern yang berdasarkan metode eksperimental dan matematis (Kaelan, 2002: 54-55).
            Terlebih lagi perkembangan filsafat pada abad modern ini ditandai dengan hadirnya Aukflarung. Immanuel Kant menyebutkan bahwa Aukflarung adalah bahwa manusia keluar dari kesadaran tidak akal baliq, yang disebabkan dari kesalahan manusia itu sendiri dikarenakan manusia tidak mau mempergunakan akalnya (Hadiwijono dalam Kaelan,2002:55).
            Zaman filsafat abad modern ini nantinya akan  memunculkan beberapa aliran dan juga tokoh pemikir yang mampu mengubah dunia terutama dalam ilmu pengetahuan. Beberapa aliran-aliran yang muncul seperti Rasionalisme, Empirisme, Idealisme, Eksistensialisme, Pragmatisme, Kritisme dan lain-lain.



Zaman Modern (17-19 M)
Lahirnya filsafat barat modern didahului oleh zaman Renaisance dan dimatangkan oleh gerakan Aukflaerung di abad ke-18. Semakin berkurangnya kekuasaan Gereja dan semakin bertambahnya kekuasaan ilmu pengetahuan memicu lahirnya filsafat pada zaman modern. Terbebasnya manusia dari barat dari otoritas gereja menimbulkan semakin dipercepatnya perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan tidak lagi didasarkan pada otorits gereja, melainkan didasarkan ats kesesuaiannya dengan akal (Muntansyir, 2010: 71).
Filsafat barat modern memiliki corak yang berbeda dengan periode filsafat abad pertengahan. Jika pada abad pertengahan kekuasaan mutlak  dipegang oleh gereja maka pada zaman modern otoritas kekuasaan terletak pada kemampuan dan akal manusia itu sendiri. Filsafat zaman modern bercorak ‘antroposentris’ yang berarti manusia menjadi pusat perhatian penyelidikan filsafat. Manusia dianggap sebagai pusat pemikiran, pusat pengamatan, pusat kebebasan, pusat tindakan, pusat kehendak, dan pusat perasaan. Maka dalam filsafat abad ke-17 nantinya akan memunculkan berbagai aliran yang memberikan jawaban berbeda bahkan saling bertentangan  (Muntansyir,2010:72-73).
Di zaman ini manusia Barat mulai berpikir secara baru, dan perlahan mulai melepaskan diri dari otoritas kekuasaan gereja yang selama ini telah membelenggu kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu.


Aliran-aliran Masa Filsafat Modern
Pada zaman ini muncul berbagai aliran yang secara keseluruhan diambil dari pemikiran sufisme Yunani. Berikut ini penjelesan mengenai paham-paham yang ada pada zaman filsafat modern.

A.    Aliran Rasionalisme
Aliran rasionalisme mengajarkan bahwa akal adalah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Dalam menyusun pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan penalaran deduktif yang cara berpikirnya diurutkan dari penyataan umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dengan menggunakan pola berpikir silogisme. Dalam menggunakan pola berpikir silogisme, terdapat dua buah pernyataan yang disebut premis mayor atau premis minor dan untuk mengambil kesimpulan diambil dari penalaran dua pernyataan ini (Djamil,  dalam Bakhtiar, 2010: 65).

B.     Aliran Idealisme
Istilah idealisme untuk menunjuk suatu aliran filsafat, baru dipakai pada abad ke-19 merupakan kelanjutan dari pemikiran filsafat rasionalisme. Para pengikut aliran idealisme pada umumnya menggunakan sumber filsafatnya dari dari filsafat kritisismenya Immanuel Kant (Muntansyir, 2010: 84).
Aliran ini mengajarkan bahwa hakekat fisik adalah jiwa. Terdapat dua macam idealisme yaitu filsafat idealisme subjektif yang dianut oleh Fitche yang merupakan murid Immanuel Kant, dan filsafat idealism objektif yang dianut oleh Scelling. Kedua idealisme ini lalu disentesiskan ke dalam filsafat idealisme mutlaknya Hegel (Rizal dalam Bakhtiar, 2010: 67).




C.    Aliran Empirisme
Aliran ini bertolak belakang dengan aliran rasionalisme. Penganut paham ini menentang para penganut rasionalisme yang berdasarkan pada kepastian-kepastian yang bersifat a priori. Para penganut empirisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran induktif, yaitu dengan menarik gejala-gejala khusus ke kesimpulan umum (Bakhtiar, 2010: 66-67).
Pada dasarnya aliran ini menyatakan bahwa pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang didapat dari pengalaman konkret. Pengalaman konkret ini dapat ditangkap melalui bantuan pancaindera manusia yang memiliki kemampuan untuk menangkap dan menghimpun banyak pengetahuan (Ibid dalam Bakhtiar, 2010: 65-66).
           
D.    Aliran Kritisme
Skeptisme yang dibangun oleh David Hume perlahan mengilhami munculnya pemikiran Kritis. Menurut seorang filsuf asal Jerman yang bernama Immanuel Kant aliran Kritisme adalah filsafat yang memulai pemikirannya  dengan terlebih dulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Aliran kritisme ini biasa digunakan untuk  menjembatani aliran rasionalisme dengan empirisme (Bertens, dalam Kaelan:69).

E.     Aliran Positivisme
Aliran ini menyebutkan bahwa pengetahuan  berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual atau positive. Ajaran posotivisme dalam kaitannya dengan penngenalan pengetahuan masih memiliki beberapa kesamaan-kesamaan prinsip terutuma dalam hal mengutamakan pengalaman aliran empiris. Perbedaan nya adalah positivism menolak dengan tegas metafisika termasuk juga kawasan ide atau gagasan yang bersifat batiniah (Hadiwijono dalam Kaelan,2001;73—774).


F.     Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berfikir tentang hakikat  manusia merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Manusia tidak dipandang dari sudut serba zat atau serba ruh atau dualisme dari beberapa aliran, melainkan manusia dipandang dari segi eksistensi manusia itu sendiri. Aliran ini berpusat pada individu yang bertanggung jawab atas kemauan yang bebas. Seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan mana yang menurutnya benar (Jalaluddin,1997:108).

2.3  Tokoh Zaman Filsafat Modern
1.      Aliarn Rasionalisme
*      Rene Descartes
Rasionalisme dipelopori oleh Descartes (1956-1650) yang disebut sebagai pelopor Bapak Filosof Modern. Filsuf ini dilahirkan di Perancis dan belajar filsafat pada Kolase di La Fleche. Descrates menyusun sabuah buku tentang metode yang berjudul ‘Discours de la Methode’(1637) yang artinya yaitu uraian tentang metode. Descrates menyatakan bahwa dalam bidang ilmiah tidak ada satu pun yang dianggap pasti, semuanya dapat dipersoalkan termasuk filsafat dan ilmu pengetahuan yang pada saat itu berkembang, terkecuali ilmu pasti yang merupakan hasil dari rasio (Bertens, dalam Kaelan, 2002: 56).
Sistem filsafat yang dikembangkan Descartes tak dapat dipisahkan dari sikap kritik yang berkembang dalam pergolakan Renaisance, kebangkitan budaya sekaligus membawa skeptisisme terhadap dogma agama dan praktek politik yang sampai  saat ini menjamin ketahanan status gereja dan Negara (Muntansyir, 2010: 77).
Ilmu pengetahuan harus satu metode yang umum yag harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah. Terdapat kesamaan antara metode Descrates dengan metode Atomisme logis yaitu keduanya mengggunakan metdoe analitis dalam mengungkapkan kebenaran. Adapun pendekatan ontologik yaitu ‘cogito ergo sum’‘aku berfikir oleh karena itu saya ada’ (Kaelan, 2002: 58-59).
2.      Aliran Idealisme
Pelopor aliran ini adalah J.G fichte (1762-1814), F.J.W. Schjeling (1775-1854), G.J.W Hegel (1770-1831), Schopen haver (1788-1860). Menurut Hegel pikiran adalah esensi dari alam dan alam adalah keseluruhan jiwa yang diobyektifkan. Oleh karena itu hukum-hukum pikiran merupakan hukum realitas sedangkan sejarah adalah cara zat yang mutlak itu menjelma dalam waktu dan prngalaman manusia. Alam menurut Hegel telah ada sebelum manusia ada, tetapi adanya arti dalam dunia, mengandung arti bahwa ada sesuatu seperti akal atau pikiran di tengah-tengah idealitas (Muntansyir,2010:84-85).
Pada masa Hegel menurut pendapatnya segala peristiwa di dunia ini hanya bisa dimengerti jika satu syarat dipenuhi, yaitu jika peristiwa itu secara otomatis mengandung penjelasan. Ide yang berfikir itu adalah sebenarnya gerak yang menimbulkan gerak lain artinya gerak yang menimbulkan tesis, kemudian menimbulkan anti tesis kemudian timbul sintetis yang merupakan tesis baru, yang nantinya menimbulkan sintesis dan seterusnya, inilah yang disebut Dialektika (www.academia.edu/6479308/Aliran-aliran_filsafat_barat_modern).
                                    
3.      Aliran Empirisme
*      Thomas Hobbes
Filsuf yang mengembangkan aliran empirisme adalah Thomas Hobbes.Ia termasuk filsuf yang unik dan kreatif karena menyatukan pandangan empirisme dengan rasionalisme dalam suatu system filsafat materialisme. Ia mengembangkan metode empiris matematis yang juga dikembangkan oleh Bacon. Selain itu terdapat filsafat Thomas yang terkenal yaitu konsepnya dalam bidang filsafat politik dan salah satu karyanya adalah “Leviathan” (Kaelan, 2002: 59).
Menurutnya filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang bersifat umum, sebab filsafat adalah ilmu yang mempelajari mengenai tentang hal-hal yang diperoleh dengan merasionalisasikan pengetahuan kita dengan sasaran filsafat berupa fakta-fakta yang diamati, yaitu mencari sebab-sebabnya dan bahasa sebagai alat yang mengambarkan fakta-fakta yang dihasilkan dari perantaraan pengertian ruang, waktu, bilangan dan gerak yang diamati pada benda-benda bergerak. Hobbes mengatakan tidak semua yang diamati pada benda-benda itu adalah nyata, yang nyata adalah gerak dari bagian kecil benda-benda tersebut. Dunia adalah satu keseluruhan sebab-akibat dan kesadaran manusia termasuk di dalamnya (Hadiwijono dalam Kaelan, 2002: 60).
            Thomas memiliki tiga hal yang mempengaruhi berkembangnya filsafat bahasa terutama filsafat analitika bahasa. Pertama, ajaran empirisme Hobbes memberikan warna bagi berkembangnya paham-paham filsafat analitika bahasa, terutama atomisme logis dan positivisme logis, proposisi itu mengungkapkan fakta-fakta bermakna yang dapat diverifikasi secara empiris yang mengangkat otoritas logika dan fakta.Kedua, Hobbes berpendapat bahwa fakta-fakta itu diungkapkan dengan menggunakan bahasa yang dilakukan oleh atomisme dan positivisme logis dalam mengungkap fakta yang didasarkan pada logika. Ketiga, empirisme Hobbes memberikan warna bagi penentuan system logika bahasa filsafat analitik yaitu proposisi yang meliputi pengertian proposisi empiris yaitu proposisi yang mengungkap realitas empiris dan proposisi formal yang bersumber pada logika manusia dan memiliki kebenaran (Hobbes, 2002: 61).

*      John Locke
Pemikiran empirisme John Locke merupakan perpaduan antar pemikiran empirisme Thomas Hobbes dengan Rasionalisme Rene Descartes walaupun sebenarnya ia menentang ajaran-ajaran Descartes. Menurutnya, segala pengetahuan itu berasal dari pengalaman dimana akal bersifat pasif ketika pengetahuan didapatkan. Locke tidak membedakan antara pengetahuan inderawi dan pengetahuan akal. Objek pengetahuan adalah gagasan-gagasan yang berasal dari pengalaman batiniah dan pengalaman lahiriah. Gagasan itu terbagi menjadi dua yaitu gagasan tunggal dan gagasan majemuk. Gagasan tunggal adalah gagasan yang datang langsung dari pengalaman tanpa penyaringan logis, sementara gagasan majemuk adalah penggabungan dari gagasan-gagasan tunggal (Kaelan, 2002: 62).
Empirisme John Locke lebih bersifat analitis dibandingkan dengan Hobbes, sehingga dalam hubungannya dengan pemikiran filsafat analitika bahasa empirisme Locke memiliki kontribusi dalam dasar-dasar fakta empiris beserta bentuk susunan gagasannya (Kaelan, 2002: 62).

4.      Aliran Kritisisme
*      Immanuel Kant
Aliran Kritisisme ditandai dengan pemikiran seorang filsuf Jerman yaitu Immanuel Kant. Ia berusaha untuk melakukan suatu perpaduan baru terhadap suatu pemikiran filsafat yang ada pada saat itu yaitu paham rasionalisme dan empirisme. Ia berpendapat bahwa kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio. Kant adalah filsuf yang pertama mengembangkan penyelidikan ini. Menurutnya filsuf-filsuf sebelumnya bersifat dogmatisme, karena mereka hanya percaya mentah-mentah pada kemampuan rasio tanpa menyelidiki terlebih dahulu. Melalui pemikirannya, ia mampu mempertentangkan filsafat kritisme dengan dogmatisme ke dalam suatu karya (Bertens dalam Kaelan, 2002: 69).
Menurut Kant pengetahuan merupakan hasil terakhir yang diperoleh dengan adanya kerjasama antara dua komponen, yaitu di satu pihak berupa bahan-bahan yang bersifat inderawi dan lain pihak cara mengolah kesan-kesan yang bersangkutan agar terdapat suatu hubungan sebab akibat. Kant telah memberikan pembetulan terhadap sikap berat sebelah antara panganut rasionalisme dan empirisme (Muntansyir, 2010: 82-84).
5.      Aliran Positivisme
*      Auguste Comte
Bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte, lahir di Montepellier, perancis, tahun 1798. Seorang Matematikus dan filsuf Perancis, yang mengakui hanya fakta-fakta positif, fenomena-fenomena yang bisa di observasi dan hokum-hukum yang menentuknnya (Yudian, dalam Bakhtiar, 2010: 64).
Dalam posotivisme Auguste Comte membedakan tiga tahap evolusi dalam pemikiran manusia. Teori itu dikenal dengan nama ‘Tiga Tahap Teori’. Teori ini menjelaskan bahwa sejarah pemikirann manusia berevolusi dari tahap teologi (mistis) ke tahap falsafi, dan berakhir pada tahap positivistis sebagai kemenangan pasti (Bakhtiar, 2010: 64).
            Filsafat Comte anti-metafisis, ia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif-ilmiah dan menjauhkan diri dari  semua pertanyaan yang mengatasi bidang ilmu-ilmu positif. Semboyan comte yang terkenal yaitu savoir pour prevoir (mengetahui supaya siap untuk bertindak). Filsafat Auguste Comte terutama penting sebagai pencipta ilmu sosiologi. Kebanyakan konsep, prinsip, dan metode yang sekarang dipakai dalam sosiolosi berasal dari Comte. Comte membagi masyarakat atas ‘statika sosial’ dan ‘dinamika sosial’ (Muntansyir, 2010: 86-87).
6.      Aliran Eksistensialisme
*      Soren Aabye Kierkegaard
Filsafat eksistensialisme dicetuskan oleh seorang filosof berkebangsaan Denmark, Kierkegaard. Dialah Bapak Eksistensialisme dalam sejarah filsafat dunia. Kierkegaard, selain dikenal sebagai filosof juga dikenal sebagai teolog. Tulisan-tulisannya tentang relasi antara manusia dan Tuhan cukup banyak dan mendorong pembacanya untuk memiliki iman yang lebih teguh. Salah satu pemahaman Copleston tentang teologi Kierkegaard ialah, “Relasi antara manusia dengan Tuhan tidak dilihat sebagai relasi dengan semesta alam atau dengan pemikiran absolut, melainkan sebagai relasiaku Engkau. Kierkegaard disebut  sebagai pemikir ryang reliigus dan terkemuka (http://www.academia.edu/2554554/filsafat_eksistensialisme).

 BAB III
PENUTUP
-          KESIMPULAN

Filsafat Modern adalah pembagian dalam sejarah Filsafat Barat yang menjadi tanda berakhirnya era skolastisisme. Waktu munculnya filsafat modern adalah abad ke-17 hingga awal abad ke-20 di Eropa Barat dan Amerika Utara. Suasana kefilsafatan abad pertengahan yang bercorak teosentris, dan latar belakang masyarakat Eropa yang terkekang oleh otoritas geraja, menimbulkan pemberontakan terhadap nilai-nilai (tradisi) gerejawi, menjadi penyebab lahirnya renaissance dan filsafat modern. Karakteristik filsafat modern adalah antroposentrisme, manusia melihat, merasakan dan menyadari adanya potensi pada dirinya untuk menentukan kebenaran (eksistensialisme), tolak ukur dan validitasnya lewat metode penginderaan-observasi atau eksprimen terhadap realitas fisik yang melahirkan cara yang selanjutnya disebut metode ilmiah. Beberapa aliran-aliran pokok dalam filsafat modern adalah, rasionalisme, empirisme, kritisme, idealisme, eksistensialisme dan lain-lain. Selain itu, filsafat pada abad modern banyak melahirkan berbagai filsuf, seperti:
·         Rene Descrates sebagai filsuf yang berpaham rasionalisme,
·         Filsuf Aliran Idealisme adalah J.G fichte (1762-1814), F.J.W. Schjeling (1775-1854), G.J.W Hegel (1770-1831) Schopen haver (1788-1860),
·         Filsuf aliran Empirisme Thomas Hobbes dan Jhon Locke
·         Aliran Kritisisme tokohnya adalah Immanuel Kant
·         Aliran Positivisme, tokohnya adalah Aguste Comte
·         Aliran Eksitennsialisme, tokohnya adalah Soren Aabye Kierkegaard .



DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:
Muntansyir Rizal, 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR

Kaelan, 2002. Filsafat Bahasa Masalah dan Perkembangannya. Yogyakata: PARADIGMA

Bakhtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: RAJAWALI PERS

Jalaluddin,1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama

Sumber internet:
(http://www.academia.edu/2554554/filsafat_eksistensialisme). Di akses pada 03 April 2015, 20: 17.

(www.academia.edu/6479308/Aliran-aliran_filsafat_barat_modern). Di akses pada 03 April 2015, 22: 40.







1 komentar:

  1. Wynn Las Vegas debuts 'Casino King' at Encore
    Wynn Las Vegas 양주 출장마사지 debuts 'Casino King' 군포 출장샵 at Encore Theater for two nights a 부산광역 출장마사지 week with limited-time 나주 출장마사지 gaming at The 광양 출장마사지 Wynn Las Vegas.

    BalasHapus